MAKALAH
INTERRELASI NILAI JAWA DAN ISLAM DALAM ASPEK ARSITEKTUR
Dipresentasikan
dalam Mata Kuliah
Islam dan Kebudayaan Jawa
yang diampu
oleh: M. Rikza Chamami, MSI
M.
Ismail Kurniawan
123611023
Dewi
Aisyah
133611003
Zakiyyatul
Miskiyyah
133611075
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
TAHUN 2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata arsitektur
berasal dari bahasa Yunani, yaitu architekton yang terbentuk dari dua suku
kata, yakni arkhe yang bermakna asli, awal, otentik, dan tektoo yang bermakna
berdiri stabil,dan kokoh. Arsitektur islam adalah ilmu dan seni merancang
bangunan,kumpulan bangunan, struktur lain yang fungsional dan dirancang
berdasarkan kaidahestetika islam.
Arsitektur
tradisional jawa merupakan bagian dari kebudayaan jawa yang terkait erat dengan
norma-norma adat istiadat dan pengaruh kepercayaan kuno “kejawen” serta dijiwai
sebagai tradisi sebagaian masyarakatnya. Dibandingkan wilayah budaya lainnya,bagi orang jawa tata nilai jawa
dan dan norma-norma adat sangat menonjol. Masih kuatnya kepercayaan kuno,
ditambah kuatnya pengaruh budaya hindu,tidak bisa di abaikan begitu saja. Pada
kesempatan kali ini kita akan membahas interelasi nilai jawa dan islam pada
aspek arsitektur.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sejarah arsitektur dalam islam?
2.
Apa saja macam-macam arsitektur budaya jawa?
3.
Bagaimana interrelasinialai jawa dan islam pada aspek-aspek
arsitektur?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Arsitektur dalam
Islam.
Dalam sejarah
peradapanislam,masjid dianggap sebagai cikal bakal arsitektur dalam islam,yakni
dengan dibangunnya masjid Quba oleh Rasullulah SAW sebagai masjid pertama.[1]
Masjid Quba
merupakan karya sepontan dari masyarakat muslim di Madinah pada masa
itu.bangunan masjid Quba disebut oleh para ahli sebagai masjid arab asli[2].
Arsitektur bangunan ini adalah lapangan terbuka sebagai intinya dan penempatan
mimbar pada sisi dinding arah kiblat,serta di tengah-tengah lapangan telah
terdapat sumber air untuk tujuan bersuci. Masjid Quba telah menampilkan dasar
pola arsitektur masjid yang lebih mengedepankan makna dan fungsi minimal yang
harus terpenuhi dalam sebuah bangunan masjid, yakni adanya tempat yang lapang
untuk tempat berkumpul umat melaksanakan ibadah.
Bentuk bangunan
dengan corak bangunan ini kemudian dijadikan dasar dalam pembangunan masjid
diberbagai wilayah islam. Dan masjid Quba sendiri telah mengalami penonjolan
dinding pada arah kiblat, penambahan kubah diatas lapangan,perubahan tanah yang
semula menjadi alaslangsung pada dasar masjid menjadi lantai baru. Perubahan
masjid juga terjadi pada masjid di Jawa dan juga dibeberapa belahan dunia.
Diberbagai
tempat dimana islam tumbuh,masjid telah menjadi bangunan yangsangat penting
dalam syiar islam. Masjid dijadikan sebagai sarana penanaman budaya islam
sehingga dalam pengrtian ini terjadilah pertemuan dua unsur
kebudayaan,yaknikenudayaan oleh para penyebar islam yang terpatri oleh ajaran
islam dan kebudayaan lama yangtelah dimiliki oleh masyarakat setempat.
Disinilah terjadi asimilasi yang merupakan keterpaduan antara kecerdasan
kekuatan watak yang disertai oleh spirit islam yang kemudian yang memunculkan
kebudayaan baru yang kreatif,yang menandakan kemajuan pemikirkan dan
peradapannaya. Oleh karenanya keragaman bentuk arsitektur masjid jika dilihat
dari satu sisi merupakan pengayaan terhadap khasanah arsitektur islam,pada sisi
yang lain arsitektur masjid yang benuansa local secara psikologis telah
mendekatkan masyarakat setempat pada islam.
Masjid sebagai
arsitektur islam merupakan manifestasi keyakinan agama seseorang. Oleh
karenanya tampilan arsitektur islam lagi hanya ada pada masjid, tapi telah
tampil dalam bentuk karya fisik yang lebih luas.
B.
Macam-macam ArsitekturBudayaJawa
1.
Masjid
Marupakan tempat orang muslim beribadat dan mendekatkan diri pada Allah
SWT. Masjid juga sebagai tempat orang muslim
beri’tikaf,membersihkandiri,menggembleng batin untuk membina kesadaran dan
mendapatkan pengalaman batin/keagamaam sehingga terpelihara kesinambungan jiwa
dan raga serta kepribadian.[3]
Diberbagai tempat dimana islam tumbuh,masjid telah menjadi bangunan
yang sangat
penting dalam syiar islam. Masjid dijadikan sebagai sarana penanaman budaya
islam sehingga dalam pengrtian ini terjadilah pertemuan dua unsur
kebudayaan,yaknikenudayaan oleh para penyebar islam yang terpatri oleh ajaran
islam dan kebudayaan lama yangtelah dimiliki oleh masyarakat setempat.
Disinilah terjadi asimilasi yang merupakan keterpaduan antara kecerdasan
kekuatan watak yang disertai oleh spirit islam yang kemudian yang memunculkan
kebudayaan baru yang kreatif,yang menandakan kemajuan pemikirkan dan
peradapannaya. Oleh karenanya keragaman bentuk arsitektur masjid jika dilihat
dari satu sisi merupakan pengayaan terhadap khasanah arsitektur islam,pada sisi
yang lain arsitektur masjid yang benuansa local secara psikologis telah
mendekatkan masyarakat setempat pada islam.
2.
Bentuk pokok rumah jawa.
Arsitektur tradisional jawa mengandung abstraksi hubungan manusia
dengan alam sekitarnya. Mulai dari dasar-dasar bangunan ban bahan-nahanbangunan
yang dipakai untuk rumah bagi raja dan bangsawan, juga bagi rakyat biasa. Orang
jawa bahkan masih menghitung waktu yang tepat untuk selametan rumah yang baru.
Bentuk
pokok rumah tradisional jawa ada 5 jenis,yaitu:
a)
Panggangpr’, ialah bentuk dasar persegi-4 yang paling sederhana.
b)
Kampong ialah bentuk rumah dengan atap pelana dengan jumlah tiang
4,6,8 saka.
c)
Limasan, bentuk rumah dengan konstuksi atap dilengkapi 4 jurai.
Jumlah tiang muali dari 4 saka sehingga tak terbatas,tergantug luas bangunan.
d)
Tajuk, ialah bentuk dengan konstruksi atap runcing manyatukan empat
jurai, tiangnya berjumlah empat saka.bentuk tajuk umumnya digunakan untuk
bangunan masjid atau cungkup makam.
e)
Joglo, ialah bentuk rumah terbesar dengan konstruksi atap
bertingkat-tingkat. Bentuk joglo merupakan perkembangan darilimasan yang
dirasakan trlalu sederhana. Rumah joglo memiliki konstruksi yang paling rumit
sekaligus paling indah. Kosntruksi atap rumah joglo, ialah atap terbesar dengan
steruktur atap bertingkat. Bagian puncak atapnya meninggi dengan sudut 70.
Struktur ini dipotong 4 tiang besar, yang disebut soko joglo guru.[4]
Rumah
joglo dianggap sebagai tipe ideal rumah jawa teradisional.Karena
ssusunanruangnnya lebih lengkap disbanding dengan ketiga bentuk rumah
lainnya.rumah joglo terdiri atas beberapa rumah bangunan dengan bentuk atap
yang berbeda-beda. Tata ruangnya terdiri dari tiga ruang bagian pokok,yaitu:
·
Pendopo: bangunan tempat pertemuan yang bersifat umum.
·
Pringgitan: ruang tengah tempat pentas wayang (ringgit = wayang).
·
Dalem: bangunan tempat keluarga yang bersifat pribadi, dimana
terdapat tiga sentong(kamar) yang disebut sentong kiri(kiwo), sentong tengah,
dan sentong kanan(tengen).[5]
Denah rumah umumnya mengambil bentuk dasar busur sangkar dan
persegi empat.Denah rumah masih kuat dipengaruhi adat istiadat, budaya dan
kepercayaan setempat.Denah dan susunan ruang pun berkaitan dengan pola hidup
yang dianut menjadi ciri masyarakatnya.
Bagian utama
rumah joglo:
soko guru,adalahempat
buah tiang utama yang menjadi kekuatan pokok dalam konstruksi bangunan rumah
tradisional jawa berbentuk joglo. Soko berarti tiang penyangga, sedangkan guru
sebagai pedoman atau panutan.Soko guru merupakan inti bangunan rumah joglo.
Secara filosofis, soko guru mengandung makna simbolis yang melukiskan 4 sumber
kehidupan manusia, yaitu air, tanah, api, angina.keempat unsur itu merupakan
unsur badaniah yang mempengaruhi hidup manusia. Selain itu empat unsur tersebut
juga bersifat kejiwaan, yakni empat jenis nafsu yang menguasai jiwa manusia.
Keempat nafsu itu dilambangkan dalam empat warna, yaitu merah,
hitam, kuning dan putih.(merah = amarah, hitam =nafsu badaniah, kuning = nafsu
berkuasa, hitam = kesucian).
Sentongtengah,adalah
rumah terpenting dalam rumah jawa asli dimana ruang ini merupakan manifestasi
kehadiran tuhan YME dalam rumah. Dalam ruang ini dilaksanakan pemujaan dan
sesajian kepada dewi sri sebagai simbul kesuburan. Dewi Sri istri Dewa Wisnu
dalam agama hindu dikenal sebagai Dewi Padi atau Dewi kesuburan. Karena
berfungsi untuk menyimpan hasil padi, maka sentong tengah disebut patenan atau
pedaringan.
3.
Makam .
Di jawa mrupakan salah satu tempat yang dianggap sacral, bahkan
sebagian cenderung dikramatkan.Dilihat dari corak arsitekturnya terdapat
beberapa bentuk.Ada yang sederhana dengan ditandai batunisan saja, seperti
makan Fatimah Binti Maimun 1419. Ada pula yang diberi cungkup dan diberi
hiasan-hiasan dan kelambu seperti makam suman kudus, Raden Patah dan Sunan
kalijaga di Demak,sunan Muria, sunan Giri , sunan Ampel da nada pula yang di
Kijing[6].
Makam pada budaya jawa biasanya disimbulkan dengan batu nisan sebagai
penandaan orang yang dikebumikan pada makam tersebut. Macam-macam batu nisan
pun berbeda,dari orang yang dianggap biasa sampai orang yang dinggap mempunyai
peran penting disuatu daerah tersebut. Orang orang penting atau terhormat
didirikan rumah yang indah dan megah.
4.
Tata ruang kota islam.
Tata ruang kota di Jawa pasca kerajaan hindu jawa, menggunakan tata
ruang yang berladaskan pada filosofi jawa yang muatan isinya memakai konsep
islam. Yaitu dengan menempatkan keraton, masjid, pasar dan penjara dalam satu
komunitas bangunan yang berpusat pada alun-alun.Penataan seperti ini sampai
sekarang masih kita lihat. Dimana hamper semua kota di jawa yang dibangaun pada
kerajaan islam, pusat pemerintahannya senantiasa berada di pusat kota yang
terdapat alun-alun didepannya, masjid di sebelah barat, penjara dan pasar
berada disekitarnya.[7]
C.
Interrelasi Nilai Jawa dan Islam pada Aspek Arsitektur
Interrelasi Islam Jawa sebenarnya
sudah dapat dilihat dari awal mula Islam masuk di tanah Jawa, karena penyebaran
Islam di Jawa dilakukan menggunakan seni arsitekturnya.Seni arsitektur tersebut
yaitu berupa masjid.Sebelum Islam masuk di Jawa, masayarakat Jawa telah
mempunyai kemampuan dalam seni arsitektur.
Mereka mencipkan karya tersebut dengan menjiwai nilai Jawa asli maupun
Jawa yang telah dipengaruhi oleh Hindu-Budha, misalnya adanya candi, keraton,
benteng, makam, meru, rumah joglo, relief pada gapura, tata ruang desa atau
kota yang memiliki konsep hiasan tokoh wayang, dan padepokan.
Oleh karena itu, supaya Islam dapat
diterima di Jawa dengan tidak menghapuskan karya arsitektur masyarakat Jawa
yang sudah ada sejak lama. Maka, Islam memunculkan kreativitas baru yang
merupakan hasil asimilasi dua kebudayaan dan sekaligus sebagai pengakuan akan
keberadaan keunggulan muslim Jawa dalam arsitektur.Berikutinterrelasi tersebut:
1.
Interrelasi nilai Jawa dan Islam pada arsitektur masjid
Interrelasi
nilai Jawa dan Islam pada arsitektur masjid itu ditunjukkan dengan adanya
menara yang menyerupai meru (salah
satu jenis tempat pemujaan untuk Istadewata, bhatara- bhatari yang melambangkan
gunung Mahameru) pada bangunan Hindu. Sedangkan kata menara itu sendiri
berasal dari kata manara, ma itu menunjukkan arti tempat dan nar itu mempunyai
arti api atau nur (bahaya) atau tempat menaruh api atau cahaya di atas. Akan
tetapi menara itu digunakan untuk mengumandangkan adzan guna menyeru orang
untuk melaksanakan Sholat. Menurut SugengHaryadi mengatakan dalam pandangan
sufi bahwa menaru yaitu suatu bangunan yang puncaknya digunakan untuk
memancarkan cahaya Allah SWT dalam hal ini maksudnya agama Islam. [8]
Masjid al-Aqsa
didirikan pada tahun 1549 M tahun
956 Hijriah yang terletak di Kudus Jawa Tengah mempunyai bangunan menara
yang digunakan untuk mengumandangkan adzan. Menara tersebut di bangun oleh Sunan Kudus yaitu
Ja’farShodiq.Masjid ini mempunyai ciri khas tersendiri yaitu adanya menara yang
menyerupai meru pada bangunan Hindu.Tidak hanya itu, masjid tersebut mempunyai
lawang kembar pada bangunan utama masjid dan pintu gapura serta pagar yang
bercorak Hindu berupa susunan bata merah tanpa perekat seperti bentuk bangunan
kori pada kedhaton kerajaan Hindu.
Bentuk menara
Kudus tersebut untuk menarik simpati masyarakat Hindu pada waktu itu supaya
memeluk agama Islam. Menurut Folklore keyakinan akan kedidagyaan Sunan Kudus
sebagai penyebar agama Islam, dimana bangunan menara Kudus tersebut dipercaya
dibangun oleh Sunan Kudus dalam waktu semalam dan dibuat dari bata merah yang
terbungkus oleh sapu tangan berasal dari Makkah atau ada yang mengatakan dari
Baitul Maqdis Palestina.
Selain masjid
al-aqsa Kudus, bentuk masjid bercorak jawa lainnya adalah atapnya yang
bertingkat dua, tiga, lima, atau lebih dan pondasi persegi. Pondasi yang persegi ini sisinya tepat berada pada arah
mata angin. Selain itu soko gurunya membentuk sebuah persegi.Ciri khas dari
mimbar masjid adalah ukiran teratai, mustaka atau memolo.Di sebelah Timur
terdapat pintu masuk dan diperluas dengan adanya serambi. Di tengah-tengah
tembok sebelah barat ada bangunan menonjol untuk mihrab yang berbentuk lengkung
pola kalamaraka, dan dibagian selatan ada bangunan tambahan yang dihubungkan
dengan jendela pintu kebagian dalam yang
sering disebut dengan pawestren (karma) atau pangwadon (Ngoko), yaitu tempat
sholat yang dikhususkan untuk wanita dan maksura yang merupakan tempat khusus
untuk raja atau sultan pada waktu sholat Jumat. Pawestren di Kudus Kulon
terleetak di sebelah utara masjid bukan sebelah selatan.
Bentuk
bangunan masjid dengan model atas tingkat tiga diterjemahkan sebagai lambang
keislaman seseorang yang ditopang oleh tiga aspek, yaitu Iman, Islam dan
Ihsan.Adapun Nurcholis Madjid menafsirkannya sebagai lambang tiga jenjang
penghayatan keagamaan manusia yaitu tingkat dasar (purwa), menengah (madya)
dan tingkat akhir yang maju dan tinggi (wusana), yang sejajar dengan
jenjang vertikal Islam, Iman, dan Ihsan.Selain itu dianggap pula sejajar dengan
syari'at, thariqat, dan ma'rifat.[9]
Masjid di Jawa biasanya dilengkapi dengan bedug dan kentongan
sebagai pertanda masuknya waktu sholat yang pada masanya dianggap sebagai
sarana yang sangat efektif untuk komunikasi. Sunan
Kudus juga punya kebiasaan unik terkait
dengan bedug tersebut, yaitu adanya kegiatan menunggu datangnya bulan suci
Ramadhan dengan mengundang para jamaah ke masjid dengan cara menabuh bedug
berulang- ulang. Setelah jamaah berkumpul di masjid, barulah Sunan Kudus
mengumumkan kapan persisnya hari pertama puasa. Tidak hanya di Kudus ciri-ciri
bangunan tersebut banyak kita jumpai di bangunan masjid Jawa kuno, seperti
masjid Demak, masjid Giri, masjid yang terletak di dekat makam raja Kuta Gede
dan Imogiri dan hampir semua masjid yang terletak di Jawa.
2.
Interrelasi nilai Jawa dan Islam pada arsitektur makam
Interrelasi
nilai Jawa dan Islam pada arsitektur makam ditunjukkan adanya makam atau
kuburan yang sering kita jumpai terletak di belakang atau di samping
masjid.Meraka yang di makamkan disana merupakan makam sesepuh pendiri kota,
desa dan lain sebagainya. Contohnya di masjid al-aqsa Kudus terdapat makam
Sunan Kudus.Makam
merupakan salah satu tempat yang dianggap sakral, bahkan cenderung
dikeramatkan.Dilihat dari corak arsitekturnya terdapat beberapa bentuk. Ada yang
sederhana dengan hanya ditandai batu nisan seperti makam Fatimah binti Maimun,
atau makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik. Ada pula yang dibericungkup dan
hiasan- hiasan beserta kelambu seperti makam Sunan Kudus, Raden Patah, Sunan
Kalijaga, Sunan Muria, dan lain- lain.[10]
Penempatan
makam itu ada yang menyatu dengan masjid, ada juga yang ditempatkan ditempat
yang lebih tingggi seperti makam Sunan Muria, makam yang ditempatkan di puncak
bukit adalah komplek neoporole raja-raja Mataram di Imogiri, Astana
GiribangunMangadeg di Matesih.Kondisi ini menyerupai bangunan pura yang di
dalamnya terdapat abu pembakaran mayat yang diletakkan pada tempat tinggi pada
tradisi Hindu. Bangunan makam sunan Kudus yang arealnya dikelilingi bangunan
yang berlapis-lapis mengingatkan kita pada bentuk bangunan kedhaton pada
keraton jaman kerajaan Hindu dan lawangkorinya.. Sesuai dengan hadits
Nabi yaitu:
a. Kuburan
lebih baik ditinggikan dari tanah sekitar agar mudah diketahui (HR. Baihaqi),
b. Membuat
tanda kubur dengan batu atau benda lain pada bagian kepala (HR. Abu Daud),
c. Dilarang
menembok kubur (HR. At-Tirmidzi dan Muslim),
d. Dilarang
membuat tulisan di atas kubur (HR. an-Nasai),
e. Dilarang
membuat bangunan di atas kubur (HR.Ahmad dan Muslim),
f. Dilarang
menjadikan kuburan sebagai masjid (HR. Bukhari dan Muslim) .
Hadist-hadist
tersebut tentunya harus dipandang sebagai kaidah normatif Islam, sedangkan
dalam realitas makam Islam di Jawa, kaidah tersebut ada yang tidak
diberlakukan.[11]
Kemudian
adanya candi pada beberapa Makam di Jawa menunjukkan adanya bukti interrelasi
budaya Jawa dan Islam dalam arsitektur makam. Dalam Jawa juga mengenal
penggunaan istilah pesarean (tempat tidur panjang).Dalam
tradisi pra- Islam hampir tidak mengakui kematian.Kematian sering disamarkan
atau ditafsirkan dengan "kembali ke alam Dewa", "Sirna",
dan sebagainya.Hal ini mengakibatkan makam tidak dianggap sebagai kubur
sebagaimana konsep Islam, tapi sebagai tempat "tidur panjang" (pesarean), astanaatau
tempat ketenangan (kasunyatan).
3.
Interrelasi nilai Jawa dan Islam pada arsitektur tata ruang kota
Interrelasi nilai Jawa dan islam pada arsitektur juga terdapat pada tata ruang
kota atau wilayah. Sejak Islam memiliki sebuah wilayah, maka sebenarnya sejak
itu umat Islam telah memulai untuk memiliki kemampuan dalam menata kota dengan
perangkat bangunan yang menjadi kepentingannya. Sebagai sebuah kerajaan Islam
di Jawa, Mataram yang merupakan kelanjutan dari pengusaha kerajaan Hindu Majapahit . kerajaan tersebut memiliki tata bangunan
kota yang sangat dipengaruhi oleh nilai lokal yang telah ada serta tata nilai
baru yang dibawa oleh Islam.
Keraton merupakan pusat jagat raya.Pola pengaturan bangunan di
dalam keraton tidak terlepas dari usaha raja untuk menyelaraskan kehidupan warga
masyarakat atau komunitas keraton dengan jagat raya itu.Dengan demikian
bangunan itu merupakan lambang yang penuh arti. Pengaturan bangunan dilakukan
dengan pola tengah, yang berarti pusat, sakral, dan magis, diapit oleh dua
lainnya, yang terletak di depan dan belakangnya atau kanan kirinya. Pengapitan
itu dapat berjumlah empat atau delapan yang ditempatkan sesuai dengan arah mata
angin.
Oleh karenanya
tata ruang kota di Jawa pasca kerajaan Hindu Jawa menggunakan konsep tata ruang
yang berlandaskan pada filosofi Jawa yang muatan isinya memakai konsep Islam.
Hal tersebut terlihat dengan penggunaan konsep mancapat dalam tata ruang
desa-desa di Jawa, tetapi unsur-unsur mancapatnya dengan nilai ajaran Islam,
yaitu dengan menempatkan keraton, masjid, pasar dan penjara dalam satu
komunitas bangunan yang berpusat pada alun-alun. Penataan semacam ini sering
kali kita jumpai di daerah Jawa seperti keraton Yogyakarta, Keraton Solo,dan
lain-lain. Yaitu alun-alun didepannya, dan masjid di sebelah Barat.
Konsep tata ruang
seperti ini mengingatkan kepada penguasa atau
adipati atau raja serta rakyat bahwa rakyat harus taat kepada ulilamri
dan ulilamri harus taat kepada Allah serta pemegang amanat Allah SWT. Dan
keduanya harus sama-sama mengabdi dan beribadah kepada Allah dengan melakukan
sholat siapapun yang berhianat dan berbuat jahat akan diadili ditengah
alun-alun dan akan masuk ke dalam penjara dunia sebagai gambaran penjara neraka
di akhirat atas balasan bagi orang yang jahat. Sedangkan munculnya pasar adalah
sebagai penyeimbang kehidupan manusia sebagai konsep Islam, yaitu “carilah
kebahagiaan di dunia dan di akhirat, serta berusahalah kamu seakan-akan kamu
akan hidup di dunia selamanya dan beribadahlah kamu seakan-akan engkau akan
mati esok hari. “
Kecuali itu
ciri khas jalan-jalan yang membelah dari pusat alun-alaun dan perkampungan yang
dihuni oleh komunitas orang santri yang disebut kauman telah menjadi ciri khas
tata kota di Jawa. Bentuk arsitektur tata kota yang lain dapat kita lihat pada
bangunan Tamansari dan hiasan-hiasan pada keraton seperti pada bangunan keraton
Yogya yang memiliki hiasan kaligrafi atau huruf-huruf arab, gapura masjid dan
benteng.[12]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan
tentang Interrelasi Nilai Islam dan Jawa pada Aspek Arsitektur dapat kita
simpulkan bahwa:
1.
Sejarah arsitektur Islam berawal dari pembangunan masjid Quba pada
masa Rasulullah sebagai masjid pertama.
Sementara itu, sebelum Islam masuk di Jawa, masyarakat Jawa telah memiliki
kemampuan dalam melahirkan karya seni arsitektur. Oleh karena itu, ketika Islam
masuk di Jawa, arsitektur Jawa tidak dapat dinafikan oleh Islam. Jadi, agar
Islam dapat diterima sebagai agama orang Jawa, maka simbol-simbol Islam hadir
dalam bingkai budaya dan konsep Jawa, sebagai hasil berasimilasinya dua
kebudayaan.
2.
Macam-macam arsitektur Jawa Islam yaitu masjid, bentuk rumah adat, makam, dan tata kota
Islam.
3.
Intrrelasi
Nilai Jawa dan Islam pada Aspek Arsitektur itu ada 3, meliputi:
Intrrelasi Nilai Jawa dan Islam pada Aspek ArsitekturMasjid :
Intrrelasi Nilai Jawa dan Islam pada Aspek ArsitekturMasjid :
a.
Adanya menara yang mirip denganmeru pada bangunan hindu.
b.
Adanya lawang kembar, pintu gapura dan pagar bercorak Hindu
c.
Penggunaan bentuk atas bertingkat/ tumpang dan pondasi persegi
d.
Adanya pawastren
e.
Adanya bedug dan kentongan
Intrrelasi Nilai Jawa dan Islam pada Aspek
ArsitekturMakam :
a.
Penggunaan penanda pada makam seperti batu nisan dan ada pula yang diberi cungkup.
b.
Ditempatkannya makam di tempat yang tinggi.
c.
Adanya bangunan berlapis di sekeliling makam
d.
Adanya candi pada beberapa Makam di Jawa
e.
Penggunaan istilah pesarean (tempat tidur panjang)
Intrrelasi Nilai Jawa dan Islam pada Aspek
ArsitekturTata Kota :
a. Biasanya terdapat
alun-alun yang menjadi pusat keramaian kota
b. Di dekat alun-alun
terdapat bangunan Masjid besar
c. Terdapat pula Pendopo
yang menjadi pusat pemerintahan
d. Tidak jauh dari
alun-alun, terdapat pasar yang menjadi pusat perdagangan
B. Kritik dan
Saran
Demikian
makalah ini penulis susun, semoga dapat menambah wawasan bagi pembaca. Kritik
dan saran sangat membantu penulis dalam membuat karya selanjutnya,karena
penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini.
BIODATA PEMAKALAH
1.
Nama :M.
Ismail Kurniawan
Nim :123611023
Jurusan/Prodi :Pendidikan
Fisika
TTL :Kudus,20
April 1994
Riwayat Pendidikan :MI Al Manaar Burikan Kudus
MTs Ma’ahid Kudus
MA Ma’ahid Kudus
Alamat :Jl.
Masjid No. 176 Rt. 4 Rw. V Ds. Burikan , Kec. Kota , Kudus
No.Telpon :089
610 223 113
Email :alik.qudus@gmail.com
2.
Nama :
Dewi Aisyah
Nim :133611003
Jurusan/Prodi :pendidikan
fisika
TTL :pekalongan,
04 januari 1995
Riwayat Pendidikan :TK Hidayatul Athfal
MII
Banyurip Alit 01
MTS
s Hidayatul Athfal
MAS
Simbangkulon
Alamat :Banyurip
Alit GG 05 RT/RW 04/01 Pekalongan
Selatan
No.Telpon :085701225302
Email :dewiaisyah175@yahoo.co.id
3.
Nama :
Zakiyyatul Miskiyyah
Nim :
133611075
Jurusan/Prodi :
Pendidikan Fisika
TTL :
Kudus, 06 Juli 1995
Riwayat Pendidikan : TK. Cahaya Kudus
SD NU Tanwirul Qulub Kudus
MTs. NU Mu’allimat Kudus
MA NU Mu’allimat Kudus
Alamat :
Desa Rejosari RT 04 RW 06 Dawe Kudus 59353
No.Telpon :
085640408730
Email :
zakiyyatulmiskiyyah46.xiipa@gmail.com
[6]M.DaroriAmin,Islam dan Kebudayaan Jawa,Yogyakarta:Gama Media dan IAIN PPIBJ IAIN
Walisongo,hlm 164.
[8] M. RikzaChamami, dkk.
,Diktat
Kuliah Islam dan Kebudayaan Jawa. :Semarang :UIN
Walisongo, 2015, Hlm.
129-130.
DAFTAR PUSAKA
Rochym,Abdul. Sejarah Arsitektur Islam.
Bandung: Angkasa. 1983
Jamil,Abdul dkk. Islam dan Budaya Jawa.
Yogyakarta:Gama
Media. 2000.
M. Rikza Chamami, dkk. Diktat
Kuliah Islam dan Kebudayaan Jawa. Semarang: UIN
Walisongo. 2015.
Amin,M. Darori.
Islam dan Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Gama Media dan IAIN
PPIBJ IAIN
Walisongo.
Myrtha,
Soeroto,Pustaka Budaya & Arsitektur Jawa,
Yogyakarta:MYRTLE Publishing.2011.